Sabtu, 17 Januari 2009

Bab Tentang Air-Air (lanjutan)

Thursday, 11.12.2008, 07:25am (GMT+8)

Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- :



2. وَعَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ : (( إِنَّ الْمَاءَ طَهُوْرٌ لاَ يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ )). أَخْرَجَهُ الثَّلَاثَةُ وَصَحَّحَهُ أَحْمَدُ.

2. Dari Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata : Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya air adalah thohur tidak dinajisi oleh sesuatu apapun”. Dikeluarkan oleh Ats-Tsalatsah (yang tiga) dan dishohihkan oleh Ahmad.


Takhrijul Hadits

Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah 1/131 dan 7/281, Ahmad 3/31, Ibnul Jarud no. 47, Abu Daud no. 66, At-Tirmidzy no. 66, An-Nasa`i 1/174, Ibnul Mundzir dalam Al-Ausath 1/269, Ad-Daruquthny 1/29-30, Ibnu Hibban dalam Ats-Tsiqat 7/548-549, Al-Baihaqy 1/4,257, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq 1/42/15 dan Al-Baghawy 2/60-61/283. Semuanya dari jalan Abu Usamah Hammad bin Usamah dari Al-Walid bin Katsir dari Muhammad bin Ka’ab dari ‘Ubaidullah bin Abdullah bin Rofi' bin Khodij dari Abu Sa’id Al-Khudry, beliau berkata :



قِيْلَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ أَنَتَوَضَّأُ ((وَفِيْ رِوَايَةٍ : أَتَتَوَضَّأُ)) مِنْ بِئْرِ بُضَاعَةٍ وَهِيَ بِئْرٌ يُلْقَى فِيْهَا الْحِيَضُ وَلُحُوْمُ الْكِلَابِ وَالنَّتْنِ ؟, فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْه وعلىآله وسلّم (( إِنَّ الْمَاءَ طَهُوْرٌ لاَ يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ ))

“Dikatakan : “Wahai Rasulullah, apakah kami (boleh) berwudhu (dalam satu riwayat : “Apakah engkau berwudhu”) dari Sumur Budha’ah sedangkan ia adalah sumur yang dilemparkan kedalamnya Hiyadh, daging-daging anjing dan An-Natnu ? ”. Maka beliau menjawab : “Sesungguhnya air adalah thohur tidak dinajisi oleh sesuatu apapun”.”.



Berkata Imam At-Tirmidzi : “Ini adalah hadits hasan[1]dan Abu Usamah telah mentajwid (yaitu meriwayatkannya secara marfu’ bersambung sampai kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam,-pent) hadits ini sehingga tidaklah hadits Abu Sa’id tentang sumur Budho’ah diriwayatkan lebih baik dari apa yang diriwayatkan oleh Abu Usamah".

Ucapan At-Tirmidzi ini, mengesankan bahwa Abu Usamah Hammad bin Usamah dalam riwayat ini ada yang menyelisihinya. Dan dari hasil pembahasan ternyata Abu Usamah Hammad bin Usamah memang diselisihi oleh Ibrahim bin Sa’ad, dimana Ibrahim bin Sa’ad meriwayatkan dari Al-Walid bin Katsir, ia berkata telah menceritakan kepadaku ‘Abdullah bin Abi Salamah sesungguhnya ‘Ubaidullah bin ‘Abdurrahman bin Rofi’ menceritakannya kepadanya … . Demikian riwayatnya dikeluarkan oleh Imam Ahmad 3/86, namun penyelisihan ini tidaklah berbahaya.

Menurut analisa ilmu hadits, sebenarnya yang menjadi permasalahan di dalam sanad ini adalah ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin Rofi’ bin Khodij. Hal tersebut karena Ibnul Qoththon telah menyebutkan perselisihan tentang penyebutan namanya di atas lima sisi, dua sisi pada riwayat Abu Usamah yaitu ‘Ubaidullah bin ‘Abdillah bin Rofi’ bin Khodij dan ‘Abdullah bin ‘Abdullah bin Rofi’ bin Khodij, dan 3 sisi lainnya dalam riwayat Ibnu Ishaq yaitu ‘Ubaidullah bin ‘Abdurrahman bin Rofi’ bin Khodij, ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman bin Rofi’, dan ‘Abdurrahman bin Rofi’.

Kemudian Ibnul Qoththon berkata : “Bagaimanapun keadaannya maka ia ini tidak diketahui halnya dan tidak pula ‘ainnya”. Periksa Al-Wahm wal Iham 3/308-309 dan At-Tarikh Al-Kabir 5/389.



Saya berkata : ‘Ainnya telah diketahui, yang menjadi letak perselisihan hanyalah tentang namanya. Dan ucapan yang menyebutkannya dengan nama ‘Abdurrahman bin Rofi’ adalah salah, sebagaimana yang ditegaskan oleh Imam Al-Bukhory rahimahullahu Ta’ala berdasarkan nukilan dari Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam At-Tahdzib. Dan penyebutan dengan nama ‘Abdullah bin ‘Abdullah bin Rofi’ bin Khodij hanyalah kami ketemukan dalam Sunan Al-Baihaqy 1/257. Dan penamaan-penamaan lain selain dari penamaan ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin Rofi’ bin Khodij itu hanya di dalam riwayat Ibnu Ishaq, sedangkan Ibnu Ishaq sendiri telah nampak kegoncangan di dalam riwayatnya. Maka bisa dipastikan bahwa riwayat yang menyebutnya dengan nama ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin Rofi’ bin Khodij itulah yang kuat dan harus menjadi tumpuan pembahasan dalam penentuan hukum hadits di atas.

Setelah memeriksa biografi ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin Rofi’ bin Khodij ini, ternyata ada sekelompok para rawi yang meriwayatkan darinya dan tidak ada seorangpun yang mentsiqohkannya selain Ibnu Hibban. Maka rawi seperti ini –dalam kaidah ulama ahli hadits- dihukumi sebagai majhul hal (tidak dikenal keadaannya).

Berkata Ibnu Mandah : “Majhul”. Dan berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam At-Taqrib : “Mastur”.

Maka hadits ini adalah lemah dari jalan ini.

Namun lemahnya satu jalan pada sebuah hadits tidaklah menjadikan hadits itu langsung dihukumi lemah, sebab kemungkinan ada jalan lain yang bisa menguatkannya. Demikianlah halnya pada hadits ini. Hal tersebut telah diisyaratkan pula oleh Imam At-Tirmidzy dengan perkataan beliau : “Hadits ini telah diriwayatkan bukan dari satu sisi (saja) dari Abu Sa’id Al-Khudry”.



Saya berkata : Memang ada tiga jalan lain dari hadits Abu Sa’id Al-Khudry yang bisa menguatkan hadits tersebut. Ketiga jalan tersebut telah kami uraikan secara lengkap dalam “takhrij lengkap”.

Selain itu, ternyata hadits Abu Sa’id Al-Khudry juga mempunyai pendukung dari riwayat beberapa shahabat yang lain. Berkata At-Tirmidzi : “Dan didalam Al-Bab (juga) dari Ibnu Abbas dan ‘Aisyah”.

Hadits Ibnu Abbas akan datang penjelasannya bersama kita dalam pembahasan Syarah Bulughul Maram ini dalam hadits no. 9 dan hadits ‘Aisyah mempunyai dua jalan yang salah satunya shohih di atas syarat Muslim. Selain dari itu ada riwayat-riwayat lain tidak disebutkan oleh Imam At-Tirmidzi, yaitu riwayat Sahl bin Sa’ad As-Sa’idy, Abu Hurairah dan Jabir bin 'Abdullah. Semuanya telah kami sebutkan dengan mendetail dalam “takhrij lengkap”.



Kesimpulan

Sebagai kesimpulan ; bahwa hadits di atas adalah hadits yang shohih jika ditinjau dari seluruh jalannya dan telah dishohihkan oleh sejumlah Imam, diantaranya Imam Ahmad rahimahullahu Ta'ala, beliau berkata : “Hadits sumur budo’ah adalah (hadits) shohih”. Demikian dinukil oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughny dan Al-Mizzy dari Al-Khollal.

Dan hadits ini juga dishohihkan oleh Ibnu Ma’in, Al-Hakim, Ibnu Hazm, Ibnu Mulaqqin, Ibnul Qoyyim dalam Tahdzibus Sunan 1/67 dan dan lain-lainnya. Wallahu Ta'ala A'lam.

[1] Menurut keterangan Ibnul Mulaqqin, ditemukan ada sebagian nushkhoh dimana Imam At-Tirmidzi mengatakan shohih.
Ust. Dzulqarnain Bin Muhammad Sanus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar