Sabtu, 17 Januari 2009

Bab tentang Air-Air (lanjutan)

Thursday, 11.12.2008, 07:25am (GMT+8)

Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- :



5. وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهَُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ : (( إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ)) وَفِيْ لَفْظٍ (( لَمْ يَنْجُسْ )) أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ وَابْنُ حِبَّانٍ.

5. Dan dari 'Abdullah bin 'Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata : Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda : “Apabila air dua qullah, maka dia tidak memikul al-khabats (najis)", dan dalam satu lafazh : "Tidaklah najis".” Dikeluarkan oleh Al-Arba'ah (yang empat) dan dishohihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban.



Sababul Wurud



Hadits ini mempunyai Sababul Wurud, lafazhnya sebagai berikut :



سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْمَاءِ وَيَنُوْبُهُ مِنَ الدَّوَابِّ وَالسِّبَاعِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ : (( إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ)) وَفِيْ لَفْظٍ (( لَمْ يَنْجُسْ )).

“Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam ditanya tentang air dan berbolak-baliknya hewan dan binatang buas pada air itu ?. Maka Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda : “Apabila air dua qullah, maka dia tidak menyandang al-khabats (najis)”, dan dalam satu lafazh : “Tidaklah najis”.”



Lughatul Hadits



* Al-khabats menurut ahli bahasa mempunyai beberapa arti, namun maknanya disini adalah najis sebagaimana diterangkan dalam riwayat yang lain. Maka makna hadits di atas adalah jatuhnya najis ke dalam air tidaklah membuatnya najis.

Baca : Ma'alimus Sunan 1/57, Al-Badr Al-Munir 2/112, Nailul Author 1/41, 'Aunul Ma'bud 1/103-104 dan Tuhfatul Ahwadzy 1/180.



Syarah Hadits



Dalam hadits diatas ada beberapa masalah yang perlu diuraikan :



Satu : Qullah secara bahasa timbah besar yang bisa diangkat oleh orang sangat kuat. Demikian keterangan Ibnul Mulaqqin dalam Al-Badr Al-Munir 2/107.

Namun Para ulama berselisih pendapat dalam menentukan ukuran qullah tersebut sehingga Ibnul Mundzir menyebutkan sembilan pendapat :

1. Qullah adalah apa yang mencukupi dua qirbah (dua timba besar) atau dua qirbah dan lebih sedikit. Ini adalah pendapat Ibnu Juraij.

2. Satu qullah adalah dua qirbah setengah. Ini adalah pendapat Imam Asy-Syafi'i.

3. Dari Imam Ahmad ada dua pendapat ; Pertama beliau mengatakan bahwa satu qullah adalah dua qirbah dan pendapat yang lainnya mengatakan bahwa dua qullah adalah lima qirbah.

4. Dua qullah sekitar enam qirbah sebab satu qullah seperti Al-Khabiyah (kolam besar). Dan ini adalah pendapat Ibnu Rahawaih.

5. Dua qullah adalah lima qirbah, bukan qirbah yang paling besar dan bukan pula qirbah yang paling kecil. Dan ini adalah pendapat Abu Tsaur.

6. Dia adalah Al-Hubab yaitu Qilal Hajar[1], dan tidak ada ukuran yang tepat untuknya. Dan ini adalah pendapat Abu ‘Ubaid, dan beliau berkata: “Ia dikenal dan sangat masyhur, kami mendengar hal tersebut dalam sya’ir-sya’ir mereka (Orang Arab fasih,-pent.)”.

7. Satu qullah adalah satu tempayan besar dan tidak ada ukurannya. Ini adalah pendapat Ibnu Mahdy, Waki’ dan Yahya bin Adam.

8. Satu Qullah dikatakan seperti Al-Kuz (cangkir cubung).

9. Qullah adalah diambil dari استفل فلان بحمله إذا أذا أطاقه وحمله. Yang artinya “Fulan mampu membawanya dan menyandangnya”. Dan Al-Kizan (Cangkir) disebut Qullah karena ia bisa diangkat dengan tangan, dibawa kemudian dipakai minum dengannya. Dan qullah kadang pada cangkir yang kecil, kadang pada tempayan yang besar lagi ringan, dan kadang pada tempayan yang sangat besar apabila orang yang kuat dari kalangan laki-laki mampu mengangkatnya. Demikian dikatakan oleh sebagian ahli bahasa.

Lihat : Al-Ausath 1/261-263, At-Talkhis, ‘Aunul Ma’bud 1/103 dan Al-Muhalla 1/151.



Dan diantara para ulama ada yang menyebutkan bahwa ukuran Qullah adalah dengan qilal Hajar. Namun hal tersebut berdasarkan dengan hadits yang lemah dari jalan Al-Mughirah bin Suqlab dari Muhammad bin Ishaq dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar secara marfu’ dengan lafazh :



إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يُنَجِّسْهُ شَيْءٌ

“Apabila air dua qullah dari Qilal Hajar, maka tidaklah dia dinajisi oleh sesuatu apapun”. (Dikeluarkan oleh Ibnu ‘Adi dalam Al-Kamil 6/359).

Al-Mughirah yang tersebut dalam sanad adalah Mungkarul Hadits sebagaimana yang disimpulkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dan riwayat di atas telah dianggap salah oleh Al-Hafizh Ibnu ‘Abdil Hadi dalam Syarh ‘Ilal Ibnu Abi Hatim hal. 296-297.



Mungkin dari keterangan di atas Imam Ash-Shon’any dalam Subulus Salam 1/23 menetapkan tidak diketahuinya ukuran Qullah dan maknanya mengandung kemungkinan.

Dan Imam Ibnul Mundzir dalam kitab Al-Ausath 1/171 mengomentari pendapat-pendapat tentang ukuran dua qullah di atas dengan ucapan beliau : “Maka ukuran-ukuran dan istihsanat (anggapan-anggapan baik) itu (hanyalah) dari yang mengucapkannya, tidaklah yang mengucapkannya diantara mereka mengembalikan hal tersebut kepada hujjah dari Kitab atau Sunnah dan Ijma’…”.



Maka sebagai kesimpulan seputar ukuran qullah, kami bawakan disini perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam Tahdzib As-Sunan 1/72, beliau berkata : “Sesungguhnya khawash (orang-orang khusus) dari kalangan ulama kaki mereka tidak berpijak di atas satu pendapat pun tentang ukuran qullah, ada yang berkata seribu Rathal ‘Irak[2], ada yang berkata enam ratus Rathal ‘Irak, ada yang berkata lima ratus Rathal ‘Irak dan ada yang berkata empat ratrus Rathal ‘Irak. Dan yang lebih menakjubkan dari ini adalah menjadikan ukuran ini sebagai pembatasan. Apabila ulama telah menjadi musykil bagi mereka tentang ukuran dua qullah dan pendapat-pendapat mereka goncang dalam hal ini maka bagaimana sangkaanmu terhadap seluruh umat. Dan telah dimaklumi bahwa batasan-batasan syar’i tidak seperti ini keadaannya.”



Dua : Hadits ini mempunyai manthuq (pemahaman tersurat) dan mafhum (pemahaman tersirat). Manthuq dari hadits menunjukkan bahwa apabila air mencapai dua qullah, maka air itu tidaklah najis sama sekali baik najis itu merubah salah satu dari tiga sifatnya atau tidak. Namun manthuq ini tidak berlaku dan tidak dipakai karena para ulama sepakat bahwa air menjadi najis bila salah satu dari tiga sifatnya berubah karena kejatuhan najis, baik air itu sedikit maupun banyak sebagaimana yang telah diuraikan dalam pembahasan hadits Abu Sa’id Al-Khudry. Demikian makna keterangan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah.

Adapun mafhum dari hadits akan diuraikan lebih lanjut.



Tiga : Para ulama berselisih pendapat tentang air yang bercampur dengan najis dan tidak berubah salah satu dari tiga sifatnya, ada tiga madzhab/pendapat dikalangan para ulama dalam hal tersebut :



* Tidaklah dianggap najis kecuali bila merubah rasa, warna atau baunya, sedikit maupun banyak. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Hudzaifah, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum, Ibnul Musayyab, Al-Hasan Al-Bashry, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, ‘Atho`, Jabir bin Zaid, Ibnu Abi laila, Yahya Al-Qoththon dan Ibnul Mahdy[3]. Dan ini adalah madzhab Imam Malik, Imam Asy-Syafi’iy, Imam Ahmad -dalam salah satu riwayat dari beliau berdua-, Ats-Tsaury, Al-Auza’iy, Daud Azh-Zhohiry dan Ibnul Mundzir. Dan ini pula yang merupakan pendapat dari kebanyakan dari para ulama ahli hadits.



* Ada batasan tertentu air dianggap najis bila kejatuhan najis. Dan para ulama yang memberi ukuran tertentu ini berselisih dalam beberapa pendapat :

Ø Batasan dengan ukuran dua qullah, yaitu apa-apa yang kurang dari dua qullah menjadi najis bila ada najis yang jatuh padanya walaupun tidak berubah tiga sifatnya, dan kalau dua qullah atau lebih maka tidaklah najis kecuali ada perubahan. Ini adalah pendapat Imam Asy-Syafi’iy, Imam Ahmad dalam riwayat yang paling masyhur dari beliau, Ishaq bin Rahawaih dan Abu ‘Ubaid. Dan diriwayatkan pula dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Sa’id bin Jubair dan Mujahid.

Ø Apabila mencapai ukuran 40 qullah maka tidaklah dinajisi oleh sesuatu apapun. Pendapat ini dihikayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma dan Muhammad bin Al-Munkadir.

Ø Apabila satu qurr [4], tidaklah dinajisi oleh sesuatu apapun. Pendapat ini diriwayatkan dari Masruq dan Ibnu Sirin.

Ø Apabila mencapai dua dzanub (timba besar) maka tidaklah najis sama sekali. Pendapat ini adalah salah satu riwayat dari Ibnu ‘Abbas. Dan ‘Ikrimah berkata : “satu dzanub atau dua dzanub”.

Ø Apabila empat puluh daluw (timba) maka tidaklah najis. Pendapat ini diriwayatkan dari Abu Hurairah.



* Adapun Abu Hanifah dan pengikutnya, secara umum mereka berpendapat bahwa air yang banyak menjadi najis bila kejatuhan najis padanya, kecuali air tersebut sangatlah banyak dan telah mencapai batasan tertentu yang berat sangkaan menyatakan bahwa najis tidak sampai kesitu. Namun berapa batasan tertentu tersebut ?, disini letak perbedaan pendapat dikalangan mereka sehingga pengarang Tuhfatul Ahwadzy mengatakan bahwa mereka ada dua belas pendapat dalam hal ini. Sebagian dari mereka mengatakan batasannya adalah jika salah satu ujungnya digoyang ujung lainnya tidak bergerak, sebagian yang lain berkata apabila telah sampai sepuluh hasta sepuluh dikali sepuluh hasta maka itu adalah ukurannya, kapan kurang dari itu maka adalah najis dan lain-lainnya.[5]

[1] Hajar adalah desa dekat dari kota Madinah, demikian keterangan Ibnu Ash-Sholah dan An-Nawawy.

[2] Berkata Syaikh Al-Bassam dalam Taudhihul Ahkam 1/96 : “Satu Rathal ‘Irak adalah sembilan puluh Mistqol, dengan Kilo adalah sekitar 200 Kg.”

[3] Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla 1/168 menambah : “Diriwayatkan dari ‘Aisyah, ‘Umar bin Khoththob, Ibnu Mas’ud, Al-Husain bin ‘Ali bin Abi Tholib, Maimunah radhiyallahu ‘anhum, Al-Aswad bin Yazid, Abdurahman bin Yazid, Al-Qosim bin Abi Bakr, ‘Utsman Al-Butty dan lain-lainnya.

[4] Satu qurr adalah senilai dua belas wasaq. Dan satu wasaq adalah sebanyak enam puluh sho’ sebagaimana ditearangkan dalam An-Nihayah karya Ibnul Atsir.

[5] Imam Asy-Syaukany dalam Nailul Author 1/40 berkata : “Manusia dalam ukuran sedikit dan banyaknya air mempunyai pendapat-pendapat yang tidak ada bekas-bekas dari ilmu padanya maka janganlah kamu sibuk untuk menyebutkannya”.
Ust. Dzulqarnain Bin Muhammad Sanusi

1 komentar:

  1. wah ini yang aku cari
    thanks to Allah Rasul
    thanks to you yg telah post-ttg air ini yaaa

    BalasHapus